– Di tengah hiruk-pikuk politik nasional yang kerap dipenuhi kepentingan pragmatis, Pemuda Muhammadiyah memilih berdiri dengan prinsip. Bagi kami, politik bukan soal siapa dapat apa, tapi siapa bisa berbuat apa untuk umat.

Dalam tradisi Muhammadiyah, politik bukan sesuatu yang asing. Sejak awal berdiri, Muhammadiyah telah terlibat aktif dalam membangun bangsa. Namun, keterlibatan itu bukan dalam wujud euforia kekuasaan, melainkan misi keumatan yang dilandasi semangat tajdid dan amar makruf nahi munkar.

Pemuda Muhammadiyah tidak alergi politik. Tapi kami menolak politik yang kehilangan akhlak. Kami percaya bahwa kekuasaan hanyalah alat, bukan tujuan. Tujuan kita adalah mewujudkan masyarakat yang berkeadaban, adil, dan tercerahkan.

Kami meyakini bahwa kader Pemuda Muhammadiyah memiliki tanggung jawab moral untuk mengambil peran strategis dalam kehidupan kebangsaan. Politik tidak boleh diserahkan pada mereka yang tak punya pijakan nilai. Sebab ketika kekuasaan jatuh ke tangan yang salah, maka rakyatlah yang menanggung akibatnya.

Namun demikian, masuk ke dalam politik tidak bisa dilakukan secara serampangan. Dibutuhkan integritas, kapasitas, serta komitmen ideologis yang kuat. Maka menjadi penting bagi Pemuda Muhammadiyah untuk terus membina diri, memperkuat literasi politik, serta meneguhkan visi keummatan dalam setiap langkah.

Keterlibatan dalam politik bukan hanya soal menjadi anggota partai atau mencalonkan diri dalam pemilu. Lebih dari itu, keterlibatan berarti ikut serta membentuk wacana publik, memberikan masukan kebijakan, mengawal proses demokrasi, dan berdiri di sisi rakyat yang terpinggirkan.

Dalam konteks lokal, Pemuda Muhammadiyah harus hadir sebagai penyejuk dan pemberi solusi di tengah dinamika sosial-politik masyarakat. Kita harus jadi pemuda yang bisa memediasi, bukan memprovokasi. Menyambung, bukan memutus. Merangkul, bukan mengkotak-kotakkan.

Kita harus menanamkan bahwa politik bukan hanya milik elite. Politik adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, dari mulai mengadvokasi hak warga, memperjuangkan layanan publik, hingga memastikan keadilan dijalankan dengan benar.

Karena itu, penguatan politik kader harus dimulai dari basis: ranting, cabang, hingga daerah. Forum-forum pelatihan kepemimpinan, kajian isu kebangsaan, hingga diskusi strategis harus menjadi bagian dari gerak Pemuda Muhammadiyah hari ini. Jangan biarkan potensi kader terbuang hanya karena ketidaksiapan memahami peta politik nasional dan lokal.

Dalam sejarahnya, Pemuda Muhammadiyah telah banyak melahirkan tokoh bangsa yang bersih, cakap, dan berintegritas. Maka sudah saatnya kita menyiapkan generasi baru yang tidak hanya mampu bersaing, tapi juga membawa napas Islam berkemajuan dalam ruang-ruang kekuasaan.

Kita tidak boleh hanya jadi penonton yang sibuk mengkritik dari luar, tetapi harus siap jadi pelaku perubahan yang bekerja dari dalam. Namun, semua itu harus dimulai dengan niat yang benar: bukan soal jabatan, tapi soal peradaban.

Maka, saat Pemuda Muhammadiyah bicara politik, yang dibawa bukan ambisi, tapi misi. Bukan syahwat kekuasaan, tapi semangat perubahan. Bukan sekadar rebut kursi, tapi rebut hati rakyat dengan kerja nyata dan keteladanan.

Sebagaimana pesan K.H. Ahmad Dahlan: “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.” Begitu pula seharusnya dalam politik—jadikan ia ladang dakwah dan perjuangan, bukan alat mencari kepentingan pribadi.

By Alfandi