Surabaya, 14 Juni 2025 — Di tengah gempuran narasi digital yang sering kali tak berpijak pada etika dan kebenaran, ada satu titik terang yang muncul dari sudut timur Kota Pahlawan. Pelatihan jurnalistik yang digelar oleh Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) dan Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PC IPM) Semampir, bukan sekadar ajang pelatihan teknis menulis. Ia adalah investasi ideologis. Langkah sunyi menyiapkan “garda informasi umat” dari kalangan muda yang mungkin selama ini hanya diam di balik layar.

Berlangsung di SD Muhammadiyah 21 Surabaya, pelatihan bertajuk “Membangun Jurnalis Muda yang Kritis, Kreatif, dan Berintegritas” ini menggabungkan semangat kaderisasi dengan kesadaran media. Puluhan peserta dari berbagai ranting IPM dan PCPM Semampir hadir, tak hanya membawa buku catatan, tetapi juga tekad untuk menjadi bagian dari gerakan literasi yang berkarakter.

Gerakan Sunyi, Misi Besar

Kegiatan ini tidak datang tiba-tiba. Ia adalah jawaban dari keresahan kolektif kader-kader Muhammadiyah di Semampir akan ketiadaan media internal yang kokoh. Ketua PCPM Semampir, M. Tri Rafli P.A., secara tegas menyebut bahwa jurnalisme kader adalah salah satu ujung tombak dakwah masa kini.

“Di era ini, siapa yang menguasai narasi, dialah yang memengaruhi opini. Maka, kita butuh kader yang bisa menulis dengan hati, menyampaikan dakwah lewat tulisan yang bernilai, bukan hanya viral,” jelasnya saat wawancara eksklusif usai pembukaan kegiatan.

Sementara itu, Sekretaris PCPM, Moch. Alfandi Bachris, membocorkan rencana jangka panjang pasca pelatihan: pembentukan redaksi media kader Semampir yang akan menjadi pusat produksi konten dakwah berbasis komunitas.

“Kita akan bentuk media internal, rintis media sosial resmi cabang, dan rekrut editor-editor muda dari kader. Ini bukan proyek event. Ini awal dari gerakan literasi,” tegasnya.

Menggali Bakat, Menempa Integritas

Selama pelatihan, peserta tak hanya belajar menulis berita. Mereka diajak berpikir kritis, menyaring informasi, meramu sudut pandang, dan memahami kode etik jurnalistik. Pelatihan disusun secara sistematis: mulai dari teori dasar hingga praktik langsung menyusun liputan.

Namun yang membedakan pelatihan ini dari kegiatan serupa adalah nuansa keideologisan yang menyatu dalam setiap sesi. Jurnalisme tidak dimaknai sekadar keterampilan, tetapi sebagai alat juang.

Ketua pelaksana, Dinda Nabila Ilmaya, dalam wawancara eksklusif menyatakan bahwa banyak peserta yang awalnya ragu menulis, kini mulai menunjukkan potensi luar biasa.

“Kami tidak hanya lihat peserta mencatat, tapi juga menulis dengan hati. Banyak dari mereka menyentuh isu lokal, sosial, bahkan menyisipkan nilai-nilai Islam dalam narasi. Ini awal yang baik untuk lahirnya jurnalis kader,” ungkapnya.

Dari Pelatihan ke Gerakan

Di akhir kegiatan, satu keputusan penting diambil: pembentukan Tim Media PCPM–IPM Semampir, yang nantinya akan berperan sebagai redaksi bersama untuk mendokumentasikan, mengelola, dan menyebarkan informasi tentang kegiatan organisasi secara rutin dan profesional.

Tim ini tidak hanya akan mengisi media sosial, tapi juga merintis buletin digital, pelatihan lanjutan, hingga kolaborasi dengan media internal PWM dan PRM di wilayah Surabaya.

Kegiatan ini ditutup dengan presentasi karya peserta, disertai diskusi publik antar sesama kader tentang urgensi literasi dan etika media. Tidak ada panggung megah. Tidak ada tepuk tangan panjang. Tapi ada tekad yang menyala dalam diam. (Ahmad Fathullah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *